Kamis, 04 Agustus 2011

Marhaban Yaa Ramadhan


Oleh: Ahmad SaHid

Engkau dipuja, dipuji, dinanti, didamba setiap orang. Kedatanganmu disambut, eksistensimu dibahas, dianalisis, dijadikan kajian ilmiah oleh para cendekia, dijadikan moment penting oleh pendaki spiritual. Kehadiranmu menggetarkan dan menghentikan. Menggetarkan siapa saja yang memiliki kesadaran ilahiyah dan menghentikan perilaku yang kelam -walau hanya untuk sementara waktu-. Engkau menyibak siapa yang sesungguhnya benar dalam ‘amaliyah, menampakkan siapa yang hanya berperilaku dibuat-buat, atau hanya sekedar tuturut munding –taqlid-. Engkau memang perkasa, kedatanganmu menghimpit diri untuk melakukan pengabdian yang panjang -suka atau tidak suka-, sehingga pintu-pintu surga terbuka, pintu neraka ditutup dan syetan dijinakkan. Rasulullah saw bersabda, Apabila Ramadlan datang, pintu surga dibuka pintu neraka ditutup dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim dari Abi Hurairah). Keagunganmu terasa dan dirasakan bagi siapa saja yang masih bisa merasakan atau dipaksa untuk merasakan. Engkau mempunyai nuansa dan atmosfir yang kuat, mendalam, dan mengakar. Karenamu pintu surga khusus disiapkan bagi orang-orang yang mengagungkanmu, "Barangsiapa yang menginfaqkan dua jenis (berpasangan) dari hartanya di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga; (lalu dikatakan kepadanya), "Wahai Abdullah, inilah kebaikan (dari apa yang kamu amalkan). Maka barangsiapa dari kalangan ahlu shalat dia akan dipanggil dari pintu shalat, dan barangsiapa dari kalangan ahlu jihad dia akan dipanggil dari pintu jihad, dan barangsiapa dari kalangan ahlu shadaqah dia akan dipanggil dari pintu shodaqah, dan barangsiapa dari kalangan ahlu shiyam (puasa) dia akan dipanggil dari pintu ar-Rayyan". Kemudian Abu Bakar bertanya, "Jika seseorang dipanggil dari satu pintu dari pintu-pintu yang ada, itu sebuah kepastian!” Dan apakah mungkin setiap orang akan dipanggil dari pintu-pintu itu semuanya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Benar, dan aku berharap kamu termasuk diantara mereka, wahai Abu Bakar”. (HR. Al Bukhari).

Di lereng-lereng gunung, di desa terpencil atau tertinggal yang tak pernah tersentuh atmosfir media dan orang-orangnya tawadlu penuh dedikasi nuansamu tidak pernah hilang. Mereka menyalakan obor-obor menyambutmu, seperti ingin mendapatkan cahaya karena kehadiranmu. Obor-obor itu dinyalakan dengan kekuatan minyak tanah yang sekarang harganya tidak akrab dengan mereka, seolah batin mereka menyerukan, biarkan obor ini menjadi saksi atas penderitaan bagi mereka, namun hidup mereka tak akan pernah mati walau banyak yang lalim dan abai kepada mereka. Kehadiranmu membahagiakan mereka, cahayamu menyeruak mengeluarkan energi hidup bagi orang-orang kecil dan selalu dikecilkan oleh orang yang merasa besar dan membesar-besarkan diri. Kecil dan kerdilnya mereka menjadi saksi bisu dan menjadi daya kekuatan untuk menghukum secara formal atau tidak siapa yang pernah mengerdilkannya atau mengabaikannya. Dengan kehadiranmu, nurani akan bercahaya, menajamkan mata batin kepekaan sosial. Orang-orang kecil merasakannya. Bukankah secara terseirat Rasulullah saw menganjurkan supaya banyak membantu kala tibanya engkau, "Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah pada bulan Ramadlan." (HR. at Tirmidzi dari Anas).

Di kota-kota besar atau kecil (atau di kota yang belum layak disebut kota atau dipaksakan menjadi kota karena tuntutan masyarakat yang menginginkan otonomi walau inprastruktur dan suprastruktur yang masih lemah), engkau disambut dengan daya magis yang kuat. Ada tabligh akbar, ada pawai, ada juga ceramah umum, atau kegiatan keumatan yang belum tentu membantu dan mendukung hidup umat. Entah umat yang mana, namun umat selalu disebut oleh sebagian yang membutuhkan umat. Seperti rakyat yang selalu diatasnamakan atas pelbagai kepentingan individu, kelompok, atau golongan. Kehadiranmu membius banyak orang, hingga orang-orang yang tak pernah menyentuh sajadahpun, ketika engkau hadir mereka ikut tarling –tarawih keliling-. Atas nama cinta, mereka mengunjungi rakyat ketika tarawih walau hanya sebatas seremonial. Kita tak pernah tahu, apa maksudnya. Walau sebagian kita berharap jangan hanya tarling namun juga suling –subuh keliling-. Manfaatnya, agar siapapun yang suka berangkat ke kantor dikawal polisi merasakan macetnya jalan, mencicipi sulitnya hidup. Ummat sudah terlalu lelah menghirup udara yang pengap karena ulah kotor tangan-tangan jahil. Atau, supaya embun pagi menyegarkan pikiran para pemimpin agar tetap sejuk untuk membahagiakan rakyat setiap saat.

Selamat datang, selamat bersua kembali, wilujeng sumping, marhaban ya Ramadan. Engkau membius, membuka, mengunci, memberikan yang terbaik bagi kami dan siapa saja. Kehadiranmu laksana matahari yang selalu bercahaya bagi hidup kami. Kesejukanmu ibarat embun yang membawa ketenangan dan kedamaian. Kemarau hati dapat terobati. Engkau datang membawa berkah, maghfirah, dan rahmat. Engkau mengerti kami, namun kadang kami lalai tak mau mengerti. Allahumma Sallimnii Li Ramadhaana Wa Sallim Ramaadhaana Lii Wa Sallimhu Minni Mutaqabbalaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar