Selasa, 15 Februari 2011

Pohon Kurma Menangis

Oleh: Ahmad Saepul Hidayat, S.S
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa pada masa itu masjld Rasulullah saw. beratap batang pohon kurma. Jika Rasulullah saw. berkhotbah, beliau berdlri di atas salah satu batang pohon kurma. Karena jumlah umat Islam bertambah, maka dibuatlah mimbar agar jamaah majelis yang berada di belakang dapat melihat Rasulullah saw. ketika berkhutbah. Para sahabat pun membuat mimbar dari kayu. Setelah selesai, Rasulullah saw. datang menuju mimbar untuk berkhotbah. Namun, ketika naik mimbar terdengarlah rintihan seperti rintihan unta dan goncangan tanah yang terus bergetar sehingga para sahabat pun bertanya-tanya.
Rasulullah saw. tersenyum. Rasulullah saw. turun dari mimbar dan mendatangi pohon kurma yang tak jauh dari mimbar tersebut. Rasulullah saw. meletakkan tangan pada batang pohon kurma dan mengusap-usap dengan perlahan-lahan. Rasulullah saw. berkata pada pohon kurma itu: “Jika engkau mau, aku akan jadikan engkau dinding masjid ini, akarmu tumbuh lagi, tubuhmu hidup lagi dan engkau berbuah lagi. Atau jika engkau mau, engkau aku tanam di surga, supaya para wali Allah dapat memakan buah-buahmu. Batang kurma itu menjawab: “Saya memilih untuk ditanam di surga sehingga wali wali Allah dapat memakan buahku dan saya berada di tempat di dalamnya saya kekal. Goncangan tanah dan suara rintihan pun berhenti. Rasulullah saw kemudian kembali pada mimbar dan menyampaikan kejadian tersebut kepada para sahabatnya. Rasulullah saw. berkata: “Ia (pohon kurma) memilih negeri yang kekal dibandingkan negeri yang fana! Inilah kisah batang kering dari pohon kurma yang menangis karena rindu kepada Rasulullah saw. Bayangkan sebatang pohon kurma tidak mau jauh dari Rasulullah saw., padahal cuma berjarak beberapa meter, tapi pohon kurma tidak mau jauh dari Nabi Muhammad saw. Bagaimana dengan Anda? Saya sendiri belum dapat membuktikan kecintaan dan kerinduan kepada Al-Mushthafa Muhammad saw. Belum mencintai sepenuh hati, baru sebatas ucapan dan catatan-catatan. Maafkan aku ya Rasulullah saw....
Ya Rasulullah.. ..
Ya Imamurrohmah
Ya wajihan 'indallah...
isyfa'lana indallah
..
Wa Allahu 'Alam

Selasa, 08 Februari 2011

Mengenal Isim Dhomir

Oleh: Ahmad Saepul Hidayat, S.S
Editor Ahli Lugowiya Press

Pada percakapan sehari-hari kita sering mendengar kata-kata seperti ‘ane’ dan ‘ente diucapkan. Kedua kata tersebut merupakan serapan dari bahasa Arab dan mempunyai arti yang sama dalam bahasa Indonesia, yaitu aku dan kamu. Dalam kaidah bahasa Arab, kata ganti seperti kedua kata di atas dinamakan dengan isim dhomir. Inilah langkah pertama yang akan kita pelajari, yaitu mengenal isim dhomir atau kata ganti dalam bahasa Arab.

Dalam bahasa Indonesia kita mengenal tiga jenis kata ganti; Kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, dan kata ganti orang ketiga. Kata ganti orang pertama ada dua bentuk, yaitu aku dan kami atau kita, kata ganti orang kedua ada dua bentuk, yaitu kamu dan kalian, dan kata ganti orang ketiga memiliki dua bentuk pula yaitu dia dan mereka. Sehingga kata ganti dalam bahasa Indonesia berjumlah enam kata.

Bahasa Arab memiliki tiga jenis kata ganti pula; kata ganti orang pertama, dinamakan mutakallim (orang yang berbicara), kata ganti orang kedua, dinamakan mukhĂ´tob (orang yang diajak berbicara), dan kata ganti orang ketiga, dinamakan ghoib (orang yang dibicarakan). Adapun bentuk kata ganti dalam bahasa Arab lebih variatif dan lebih banyak dibanding bahasa Indonesia. Jika bentuk kata ganti dalam bahasa Indonesia hanya berjumlah enam kata, maka bahasa Arab memiliki empat belas bentuk.

Perbedaan banyaknya bentuk dhomir ini dikarenakan dalam bahasa Arab pada kata ganti orang kedua dan ketiga, penyebutan untuk laki-laki dan perempuan dibedakan, juga ada bentuk tatsniyah (dua orang), di antara bentuk tunggal dan plural (jamak). Jika dalam bahasa Indonesia bentuk jamak digunakan untuk lebih dari satu orang, maka dalam bahasa Arab digunakan untuk penyebutan lebih dari dua orang. Sedangkan untuk dua orang menggunakan bentuk tatsniyah. Ke-empat belas kata ganti atau dhomir tersebut adalah sebagai berikut:


Dapat dilihat dalam bagan di atas, bahwa kata ganti orang pertama (mutakallim) antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan, juga tidak ada bentuk dua orang. Sedangkan pada bentuk orang kedua dan ketiga (mukhotob dan ghoib) antara penyebutan untuk laki-laki dan perempuan dibedakan, juga ada bentuk dua orang di antara bentuk tunggal dan jamak, artinya bentuk jamak dalam bahasa Arab dimulai dari tiga orang.

Untuk lebih memudahkan dalam mengingat ke-empat belas bentuk dhomir ini, kita dapat mengaplikasikan rumus ruas jari tangan yang semuanya berjumlah sama yaitu empat belas ruas.

Untuk dhomir mutakallim menggunakan ibu jari atau jempol, karena jempol hanya memiliki dua ruas, sama seperti dhomir mutakallim yang memiliki dua bentuk.

Dhomir mukhotob menggunakan telunjuk dan jari tengah. Serta untuk dhomir ghoib menggunakan jari manis dan kelingking. Karena dari jari telunjuk sampai kelingking masing-masing memiliki tiga ruas, sesuai dengan kedua jenis dhomir tersebut yang masing-masing memiliki enam bentuk; tiga bentuk mudzakkar (laki-laki) dan tiga mu’annats (perempuan).

Perhatikan gambar di bawah ini.